Hasilpotongan itu ditumpuk dan dipotong lagi menjadi dua bagian yang sama. Jika Amir melakukan pemotongan sebanyak 4 kali, dan hasil potongannya dibagikan kepada 8 orang temannya, maka banyaknya potongan kertas yang diterima oleh masing-masing anak 16 B. 8 C. 2 D. 1 Tolong dengan caranya kakak !!! Answer KISAHKERAJAAN MADANGKARA. Cerita tentang Saur Sepuh merupakan suatu kisah sandiwara pada tahun 1980-an yang sering disiarkan melalui media pendengaran radio di Indonesia. Cerita Saur Sepuh banyak mengambil kisah pada zaman kerajaan Hindu Buddha Majapahit di Nusantara pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. AwalBerdiri. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Nazimuddin Al Kamil pada abad ke-13. Nazimuddin Al Kamil adalah seorang laksamana laut dari Mesir. Beliau diperintahkan pada tahun 1238 M untuk merebut pelabuhan kambayat di Gujarat yang tujuannya untuk dijadikan tempat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Fast Money. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ada yang ingat kisah saur sepuh? Saya ingat sedikit jikayang dimaksud adalah sandiwara radionya. Meski keluarga saya penggemar berat tidak pernah ketinggalan, saya hanya mengingat-ingat di saat akhir penyiaran. Tetapi saur sepuh adalah film yang ditonton di bioskop keluarga, saat itu jaringan bioskop murah di Palembang masih banyak dan masih diminati, sebelum beredarnya film berjudul erotis itu sepuh itu menarikminat saya memahami perkembangan kerajaan di Indonesia, mungkin lebih tepatnya perkembangan kerajaan di Jawa. Karena pelajaran sejarah pada masa saya sekolah,dan tampaknya sampai saat ini adalah jawa sentris. Kami, anak-anak yang dibesarkan di Palembang akan sangat mudah menyebut nama-nama kerajaan di Jawa, tetapi membedakan Kedutan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang akan tergagap, bahkan masih banyaak yang kaget jika Pabrik Pupuk itu sebenarnya berdiri di Petilasan Istana Kesultanan Palembang, Benteng Kuto juga dipaksa meyakini teori bahwa raja paling masyur di Sriwijaya adalah Bala Putra Dewa, seorang keturunan Wangsa Syailendra,adik ratu Holing Kalingga. Ia menjadi raja di Sriwijaya karena kesal dengan keputusan sang kakak, Pramodawardhani yang menikahi Raja Hindu, Rakai Pikatan sampe perang deh. Sang Adek kalah dan pindah ke Swarna Bumi,membangun kerajaan menjadi besar sampai namanyapun diabadikan dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh seorang raja bernama Dewapaladewa atas nama Balaputradewa. Prasasti tersebut ditemukan di Nalanda, India bagian timur negara bagian Bihar. Isinya tentang pendirian bangunan atau tempat ibadah di Nalanda oleh Raja Balaputradewa. Meski teori mengenai siapa Bala Putra Dewa, atau bahkan Dinasti Syailendra sebenarnya memang berasal dari Sumatra bukansebaliknya juga berkembang, tetapi bukan itu yang saya pelajari saat saya sekolah ke saur sepuh, saya dulu sempat penasaran dengan nama kerajaan Madangkara. Karena salamnya "sampurasun", saya kira berada di tanah Sunda, apalagi petualangannya sampai bertemu Biksu Tibet yang tertantang dengan kesaktian Brama yang dibuat kesal dengan saya yang bertanya mengenai kerajaan Madangkara ini. Saya ingat betul ekspresi para tua-tua yang kesal dengan saya jika bertanya demikian, apalagi salah satu judulnya adalah "Banjir Darah di Bubat". Saya yang lahir dan besar di Palembang,tetapi suku mayoritas di Kampung saya hanya Jawa dan Tionghoa, jadi mendapat pemahaman penuturan pun malah lebih pada babad tanah jawa. Mendapat penjelasan dengan lancar mengenai kisah perang Bubat, yang menurut versi mereka yang asli,bukan fiksi seperti saur sepuh. rasa penasaran saya berakhir,Saur sepuh dengan kisah ksatria Madangkara dengan ajian sakti serat jiwa benar-benar fiksi,tak ada satupun benar kerajaan yang disebut pun tidak pernah saya temukan di buku teks sekolah. Hingga obrolan ringan saat ngopi, eh saya ngeteh kok menyebutkan bahwa ada kerajaan maritim yang kuat dengan perdagangannya di Pantai Timur Sumatera bernama Kantoli, dengan penuturannya adalah kerajaan itu adalah kerajaan yang menaklukkan Madangkara, yang menyebabkan Brama Kumbara berlatih kanuragan siang dan malam demi mengembalikan kejayaan Madangkara yang diinvasi oleh Kuntala. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya MALAM itu larut. Sayup terdengar suara jangkrik beradu bunyi dengan radio tua yang mengerang. Itulah sekeping ingatan tentang dua dasawarsa lalu. Kala itu, kurun 1980-an, radio menjadi primadona yang sangat akrab. Segala aktivitas pastilah ditemani suara yang keluar dari mesin kotak itu. Apalagi ada serial Saur Sepuh. Masih ingatkah? Sandiwara radio itu merakyat, akrab di telinga masyarakat Indonesia dari segala umur. Saur Sepuh ialah sandiwara radio yang menjadi legenda terbesar dari sandiwara radio yang pernah ada di Indonesia. Saur Sepuh merupakan karya Niki Kosasih almarhum yang bercerita tentang perjalanan seorang pendekar sakti mandraguna bernama Brama Kumbara yang kelak menjadi raja di salah satu kerajaan di wilayah kulon yang bernama Madangkara. Saur Sepuh mengambil latar pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk pada zaman Kerajaan Majapahit. “Sampurasun.” “Rampes.” Dari serial itulah, sapaan sampurasun dan rampes akrab di telingga pendengar Saur Sepuh. Kalimat itu seolah menjadi lagu wajib ketika seorang dalam lakon itu bersua dengan lakon lain. Di era 80-an, serial drama radio bertema sejarah atau kerajaan, khususnya kerajaan Jawa dan Sunda, sangat populer. Ceritanya seru dan menarik sehingga membuat banyak orang betah bergerombol berlama-lama di depan radio. Lewat sandiwara radio tersebut, secara tidak langsung, saya diajak belajar mengenal beragam kearifan dan budaya yang salah satunya adalah salam sampurasun’. Salam yang terdengar bersahaja, akrab, dan enak didengar sehingga dengan cepat menjadi populer. Bukan hal yang aneh, tentu saja, ketika mengucapkannya pada masyarakat Sunda yang banyak berdiam di daerah Jawa Barat. Banyak yang menganggap sampurasun berarti permisi, sedangkan rampes arti­nya silakan. Namun, ternyata, sampurasun tersebut memiliki arti yang jauh lebih dalam. Ucapan itu banyak memiliki versi makna, tetapi secara umum makna dari kalimat tersebut merujuk pada sebuah ucapan yang berisi kesantuan hidup, maafkanlah aku, sempurnakanlah diriku, bukakanlah pintu untukku. Dalam tulisannya, budayawan Sunda sekaligus Bupati Purwakarta Dedi Mul­yadi mengungkap sampurasun berasal dari kalimat bahasa Sunda sampurna ning ingsuh yang memiliki makna sempurnakan diri Anda’. Kesempurnaan diri ialah tugas kemanusiaan yang meliputi penyempurnaan pandangan, penyempurnaan pendengaran, penyempurnaan pengisapan, dan penyempurnaan pengucapan yang semuanya bermuara pada kebeningan hati. Pancaran kebeningan hati akan mewujud sifat kasih sayang hidup manusia. Masyarakat Sunda menyebutnya sebagai ajaran siliwangi, yakni silih asah, silih asih, silih asuh. Sempurna yang dimaksud yaitu menyempurnakan mata supaya semakin tajam penglihatannya. Menyempurnakan telinga untuk memertajam pende­ngaran. Menyempurnakan lidah supaya tidak asal bicara yang berbuntut bisa menyakiti perasaan orang lain. Pada gilirannya, perwujudan dari nilai tersebut akan melahirkan karakter waspada. Sikap itu bukanlah sikap curiga pada seluruh keadaan, melainkan merupakan manifestasi dari perilaku welas asih. Selalu bersikap tolong-menolong pada sesama hidup. Budaya gotong royong Sikap itu juga melahirkan budaya gotong royong yang dilandasi semangat komunalitas yang bermuara pada kesamaan titik penggerak pada Sang Maha Tunggal. Ada pula pemaknaan lain. Kata sampurasun merupakan singkatan dari sampura hampura yang artinya punten. Kata itu singkatan dari abdi nyuhunkeun dihapunten saya mohon dimaafkan. Dengan demikian, ketika seseorang mengucapkan sampurasun, jawabannya tentu saja rampes yang artinya baik dimaafkan. Dalam adab dan tata kramanya, ketika sampurasun diucapkan, pengucapannya harus disertai dengan merapatkan kedua telapak tangan sambil menghadap kepada orang yang kita sapa. Berkaitan dengan usia, terdapat dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, menghaturkan sikap sembah di depan wajah sambil menunduk. Hal itu dilakukan bila lawan sapa berusia lebih tua. Kedua, menghaturkan sikap sembah di depan dada dengan wajah menunduk. Hal itu dilakukan ketika lawan bicara berusia lebih muda. Sampurasun ialah watak peradaban yang penuh cinta kasih. Ajakan untuk mencapai kesempurnaan itu bermuara dari hati. Selalu diucapkan dari dalam hati yang paling dalam. Sampurasun merupakan kekuatan kata yang bersumber dari hati yang mungkin terucap atau mungkin tidak terucap karena dimensinya bukan saja dimensi ruang, melainkan juga dimensi luar ruang, pada langit kemuliaan diri kita, maafkanlah aku, sempurnakanlah diri, bukakan pintu hatiku. Apa pun pemaknaan sampurasun, yang jelas, kalimat itu ialah kalimat baik dan, tentu, membawa pada kebaikan. Karena itu, perlulah itu dikumandangkan sebagai salah satu bentuk ekspresi kearifan lokal. Dari situlah, Sampurasun World Ethnic Festival 2016 menjadi layak untuk diberi perhatian khususnya sebagai upaya untuk melestarikan ungkapan salam yang berbasis pada kearifan lokal. Bukan hanya melestarikan malah, melainkan juga menyiarkan agar salam khas masyarakat Sunda itu bisa dikenal. Diadakan di Purwakarta, fertival ini semoga bisa membuka mata dunia terhadap budaya Indonesia. M-2 - Kerajaan Kutai Kartanegara berbeda dengan Kerajaan Kutai Martapura yang disebut-sebut sebagai kerajaan Hindu tertua di Nusantara dan sudah ada sejak abad ke-4 Masehi. Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara mulai eksis pada abad ke-14 sebelum menjadi kesultanan atau memeluk Kartanegara mulai menjadi kerajaan Islam sejak tahun 1575. Raja yang menjadi sultan pertamanya adalah Aji Raja Mahkota Mulia Alam. Nantinya, Kesultanan Kutai Kartanegara menganeksasi wilayah Kerajaan Kutai Martapura dan menjadi satu sejarah itu seperti diungkapkan oleh Muhammad Sarip melalui buku Dari Jaitan Layar sampai Tepian Pandan Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara 2018 yang menyebut bahwa sejak 1635, nama Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martapura mulai & Letak Kerajaan Kerajaan Kutai Kartanegara didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti yang menjadi raja pertamanya sejak tahun 1300 hingga 1325 Masehi. Semula, kerajaan ini menganut ajaran website Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara, pusat kerajaan ini awalnya berlokasi di Jahitan Layar, lalu pindah ke Tepian Batu, Kutai Lama kini termasuk wilayah Anggana, Kabupaten Kuta Kartanegara atau Kukar di Kalimantan Timur hingga tahun catatan Mees dalam De Kroniek van Koetai Tekstuitgave Met Toelichting 1935 yang merunut Kakawin Nagarakretagama, sebutan awal Kutai Kartanegara adalah "Kute" dan pernah menjadi bagian dari wilayah juga Sejarah Hidup Gajah Mada, Mahapatih Majapahit, & Sumpah Palapa Sejarah Kutai Martapura dan Prasasti Kerajaan Tertua di Indonesia Sejarah Kabupaten Tuban Bermula dari Ronggolawe vs Majapahit Seiring dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit pada paruh kedua abad ke-16 lantaran serangan dari Kesultanan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa, pengaruh Hindu di Kerajaan Kutai Kartanegara pun ikut Islam pun mulai menyebar luas ke Nusantara dan mempengaruhi kerajaan-kerajaan yang sebelumnya memeluk agama Hindu, Buddha, atau ajaran leluhur, tak terkecuali Kerajaan Kutai Raja Mahkota Mulia Alam 1545-1610 adalah penguasa Kutai Kartanegara pertama yang memeluk Islam, yakni pada 1575. Selain itu, pengaruh Islam di kawasan ini semakin kuat seiring hadirnya para Kutai Kertanegara sebagai kerajaan Islam di Kalimantan Timur semakin kuat saat dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Idris 1735-1778. Aji Muhammad Idris, menurut Sutrisno Kutoyo dalam Sejarah Daerah Kalimantan Timur 1978, adalah penguasa pertama di Kutai yang menyandang gelar dari situs Kesultanan Kutai Kartanegara, ketika Sultan Aji Muhammad Idris memimpin, ibu kota kerajaan dipindahkan dari Kutai Lama ke Pemarangan kini Desa Jembayan, Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara. Baca juga Sejarah Pemberontakan Ra Kuti yang Ditumpas Gajah Mada Fitnah Pemberontakan Lembu Sora di Kerajaan Majapahit Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Majapahit Menaklukkan Kutai Martapura Setelah sekian lama hidup berdampingan, perselisihan antara dua kerajaan di Kalimantan Timur, yaitu Kutai Kartanegara dan Kutai Martadipura mulai muncul pada abad ke-16 itu, Kerajaan Kutai Martapura yang menganut Hindu dipimpin oleh Dharma Setia, sedangkan Kesultanan Kutai Kartanegara yang sudah memeluk Islam berada pada era pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji bukunya, Muhammad Sarip menerangkan bahwa Kesultanan Kutai Kartanegara memenangkan perang dan menguasai wilayah Kerajaan Kutai Martapura pada 1635. Kemenangan tersebut menandai sejarah baru yakni dengan munculnya Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martapura. Baca juga Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-raja Kesultanan Aceh Sejarah Masa Kejayaan dan Peninggalan Sejarah Kesultanan Demak Kerajaan Islam Pertama di Jawa Kiprah Aji Imbut & Kebangkitan Sultan Aji Muhammad Idris 1735-1778 adalah pemimpin Kesultanan Kutai Kartanegara yang paling keras melawan penjajahan VOC atau Belanda, bahkan hingga mengorbankan nyawa saat berjuang bersama Sultan Wajo di Sulawesi Sultan Idris pada 1778 meninggalkan perselisihan di Kesultanan Kutai Kartanegara. Pangeran Aji Kedo merebut kekuasaan yang seharusnya diberikan kepada Pangeran Aji Imbut sebagai putera gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin 1778-1780, Aji Kedo menobatkan dirinya menjadi Sultan Kutai Kartanegara penerus Sultan Aji Imbut tidak tinggal diam. Dua tahun berselang, ia merebut kembali takhta yang menjadi haknya dengan bantuan para pengikut ayahnya dan orang-orang Bugis dari Kesultanan menghadapi Aji Imbut, Aji Kedo meminta bantuan VOC. Namun, usahanya sisa-sisa sehingga Aji Imbut berhasil memenangkan peperangan pada juga Sejarah Pemberontakan DI-TII Kartosoewirjo di Jawa Barat Sejarah Peristiwa PKI Madiun 1948 Latar Belakang & Tujuan Musso Sejarah Perang Aceh Kapan, Penyebab, Proses, Tokoh, & Akhir Pangeran Aji Imbut resmi menjadi raja Kesultanan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin 1780-1816 sesuai yang dikehendaki oleh mendiang Sultan Aji Muhammad Muslihuddin melakukan pemindahan ibu kota kerajaan ke daerah Tepian Pandan pada 28 September 1782. Hingga saat ini, pusat Kutai Kartanegara masih berada di lokasi tersebut, yakni di Tenggarong, Kalimantan Kutai Kartanegara bertahan cukup lama dengan segala dinamikanya selama masa penjajahan Belanda hingga Jepang di tahun setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, yakni pada 1947, Kesultanan Kutai Kertanegara berstatus Daerah Swapraja dan masuk ke dalam Federasi Kalimantan juga Sejarah Runtuhnya Singasari dan Pemberontakan Jayakatwang Tahun Berapa Sejarah Kerajaan Majapahit Berdiri & Terletak di Mana? Sejarah Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda Tanggal 27 Desember 1949 seiring pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda, wilayah Kesultanan Kutai Kertanegara tergabung dalam Republik Indonesia Serikat, lalu menjadi Daerah Istimewa Kutai setingkat 1959, wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, serta Kota 21 Januari 1960 dalam Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai di Tenggarong, dilakukan serah terima pemerintahan dari Sultan Aji Muhammad Parikesit kepada Bupati Kutai, Wali kota Samarinda, dan Wali Kota Balikpapan. Dengan demikian, pemerintahan Kesultanan Kutai Kertanegara sebagai kerajaan resmi kemudian, tepatnya pada 22 September 2001, Kesultanan Kutai Kartanegara bangkit kembali. Aji Praboe Anoem Soerya Adiningrat ditetapkan sebagai raja bergelar Sultan Aji Muhammad Salehuddin II. Namun demikian, seperti kerajaan-kerajaan lainnya di Indonesia, Kesultanan Kutai Kartanegara tidak memiliki wewenang politik dan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.Baca juga Sejarah Majapahit Corak Agama Kerajaan, Toleransi, & Peninggalan Sejarah Tarumanegara, Purnawarman & Prasasti Peninggalannya Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan Daftar Sultan Kutai Kartanegara 1. Aji Batara Agung Dewa Sakti 1300-1325 2. Aji Batara Agung Paduka Nira 1325-1360 3. Aji Maharaja Sultan 1360-1420 4. Aji Raja Mandarsyah 1420-1475 5. Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya 1475-1545 6. Aji Raja Mahkota Mulia Alam 1545-1610 7. Aji Dilanggar 1610-1635 8. Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa 1635-1650 9. Aji Pangeran Dipati Agung 1650-1665 10. Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma 1665-1686 11. Aji Ragi atau Ratu Agung 1686-1700 12. Aji Pangeran Dipati Tua 1700-1710 13. Aji Pangeran Anum Panji Mendapa 1710-1735 14. Aji Muhammad Idris 1735-1778 15. Aji Muhammad Aliyeddin 1778-1780 16. Aji Muhammad Muslihuddin 1780-1816 17. Aji Muhammad Salehuddin 1816-1845 18. Aji Muhammad Sulaiman 1850-1899 19. Aji Muhammad Alimuddin 1899-1910 20. Aji Muhammad Parikesit 1920-1960 21. Haji Aji Muhammad Salehuddin II 1999-2018 22. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat 2018-sekarang - Sosial Budaya Kontributor Yuda PrinadaPenulis Yuda PrinadaEditor Iswara N Raditya

kerajaan madangkara dan kuntala terletak dimana